Righteous Kill
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
Quisque sed felis
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
Etiam augue pede, molestie eget.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
Seorang perempuan berjilbab sedang berdiri di depan saya dan teman-teman. Dengan gayanya yang khas, perempuan berdarah Bugis itu menyampaiakan materi presentasinya dengan unik, cerdas, dan menggelitik. Menggelitik karena saya dan teman-teman sebagai pendengar sekaligus evaluator tertawa sambil sesekali memberikan dukungan saat menyimak gaya bicara dan menyaksikan penampilannya. Apalagi, teman saya yang humoris itu belum terlalu pandai memainkan komputer sebagai alat bantu presentasi yang wajib dimanfaatkan. Sesekali presentasi dihentikan karena materi belum dikuasai sepenuhnya atau barangkali teman saya itu gugup. Maklumlah, berdiri di depan kami dengan jumlah empat puluhan itu, teman saya itu belum terbiasa. Dia masuk kategori pendiam saat materi-materi perkuliahan “dikumandangkan” di kelas oleh para dosen kami.
Ya, ini tentang teman saya di kampus biru beberapa tahun silam. Kenangan yang mengingatkan saya ketika kami sedang semangat-semangatnya duduk mendengarkan demonstrasi para dosen untuk bekal menjadi seorang guru. Presentasi terhadap materi perkuliahan yang dilakukan secara bergilir oleh kami merupakan sesuatu yang biasa. Dosen hanya memandu, membimbing, dan mengevaluasi cara kami menyampaikan materi. Merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan, presentasi adalah cara efektif di samping banyak cara lain tentunya untuk belajar menjadi guru yang komunikatif, energik, nyaman, bersahabat, dan professional.
Tnapa memandang kelebihan dan kekurangan masing-masing, kemampuan kami tentu saja beragam. Faktor penyebabnya paling tidak karena kualitas pribadi masing-masing. Antara lain banyak atau kurangnya literature, sering atau jarang membaca literature, faktor latihan atau tidak, semangat dan kegigihan, serta yang paling penting adalah cita-cita luhur menjadi guru yang diteladani.
Belajar dari pengalaman semasa di bangku kuliah dahulu, dewasa ini ada banyak guru yang belum cakap dan mahir secara mutu dan kualitas dalam penyampaian materi pembelajaran di kelas-kelas. Apakah bersumber dari spesialisasi pendidikannya atau semngatnya? Entahlah. Yang jelas, ada banyak guru yang dahulu tidak berasal dari kualifikasi pendidikan spesialisasi guru yang kini menjadi guru di sekolah-sekolah formal. Bahkan, banyak di antaranya yang lebih bagus dari segi kualitas, baik penguasaan materi maupun penyajiannya dibandingkan dengan guru-guru “modern” saat ini. Makanya tidak bisa divonis bahwa guru yang menguasai teknologi informasi secara otomatis juga merupakan guru efektif yang professional dan berpengalaman. Maksudnya berpengalaman tidak hanya lama jenjang karier keguruannya melainkan berpengalaman dalam menularkan ilmu pengetahuan dengan baik dan berkualitas.
Salah satu cara yang saya lakukan untuk belajar menyampaikan materi pembelajaran yang menyenangkan adalah berdiri di depan cermin besar sambil mengevaluasi cara berbicara saya. Saya belajar tersenyum dengan baik, ramah, dan bersahabat. Untungnya saya tidak termasuk guru yang killer (istilah para pelajar menamakan guru yang kejam dan suka memukul, termasuk yang pelit memberikan nilai) yang memungkinkan saya bisa terus belajar menjadi guru yang baik, berkualitas, dan menjadi teladan bagi banyak orang. Termasuk menjadi sahabat bagi murid-murid saya.
Latihan menyampaikan materi pembelajaran secara sistematis dan menarik masa kuliah dahulu memberikan ilmu yang sangat luar biasa. Ilmu yang saya bawa sebagai ole-ole dari dosen saya dahulu kini sangat mujarab. Hanya saja untuk benar-benar menjadi guru yang efektif, saya harus terus belajar banyak.
Beragamlah karakter teman-teman saya di bangku kuliah. Menyiratkan kelak akan ada yang menjadi guru yang hebat, guru biasa, guru bijak, guru teladan, guru bersahabat, guru asal-asalan, guru system mengajar jarak jauh, guru supel, guru gaul, guru pelit, guru tak mau tahu, atau mungkin menjadi guru killer(wah, untuk jenis guru yang terakhir ini jangan sampailah ada di antara kita).
Perbedaan karakter setiap manusia menyiratkan perbedaan pula dalam pola hubungannya dengan masyarakat. Saya teringat beragamnya karakter guru-guru saya ketika duduk di bangku sekolah. Ada yang benar-benar dibenci oleh siswa karena galak. Ada yang disegani karena berwibawah. Ada yang disenangi karena kebaikan dan keakrabannya yang memungkinkan para siswa mudah menerima materi pembelajaran. Ada juga yang mengajar bahasa (saya tidak menyebutkan bahasa apa agar tidak terjadi dusta di antara kita, hehehe) tetapi muatan materinya tentang piala dunia alias sepak bola. Maklumlah, ada juga model guru yang suka menonton sepak bola sehingga teman-teman saya asyik bicara sepak bola di dalam kelas dengan sang guru dan melupakan muatan materi pembelajaran bahasanya, baik gurunya maupun siswanya (wah, parah).
Beberapa guru saya yang lain memberikan keteladanan yang lain yang lebih positif. Ada guru saya yang menyampaikan materinya bagai Bung Karno yang membuat saya terkesima acapkali dia mengajar di depan kelas. Guru favorit saya. Ada juga yang suka berceramah alias “pura-pura” menjadi dai. Tidak ada hubungannya dengan pembelajaran agama, namun muatan materinya tentang Tuhan dan ciptaan-Nya. Guru yang kreatif. Banyaklah jenis guru yang berada di sekita kita.
Nah, pertanyaannya model guru seperti apakah anda? Saya sangat mengapresiasi bila ada yang menjadi guru seperti guru Mahar, Lintang, dan kawan-kawan dalam Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata. Atau guru hebat seperti gurunya Arai dalam Sang Pemimpi yang juga novel karangan Andrea Hirata. Ataukah anda salah satu ‘Oemar Bakhri’ yang hebat itu?
Menjadi guru tidaklah mudah. Dibutuhkan kerja keras dengan senantiasa belajar dan berlatih. Menjadi guru yang efektif dan menyenangkan memungkinkan terciptanya pembelajaran yang asyik dan “gurih”. Oleh karenanya, belajar sampai titik darah penghabisan merupakan salah satu ciri guru yang oke punya.
from : Aswar M. Djulaifah
Pada masa kecil atau anak – anak pasti sahabat remaja sering banget menonton film kartun di televisi maupun di bioskop, apa lagi film kartun itu adalah sesuatu film yang merupakan imajinasi tersendidri dari seseorang yang membuat sebuah film kartun tersebut, maka dalam kita menonton film kartun pasti kita bisa berimajinasi yang sangat kuat.Dalam menonton film kartun pasti bisa terbawa dengan cerita di dalam film tersebut, yang paling terutama yang sering menonton film kartun adalah anak – anak yang masih imajinasinya kuat dan setelah mereka adalah para remaja, maka para sahabat remaja janga pernah bilang kalau film kartun itu adalah film yang di khususkan untuk anak – anak.
Disini kta akan bahas tentang apa sih manfaat fil kartun bagi para sahabat remaja, jadi ada sebuah kata yang saya buat “jangan anggap semua film kartun itu hanya bisa diitontotn oleh anak – anak “. Itu pernayataan yang salah sebenarnya film kartun itu bisa ditonton semua umur mulai dari anak – anak sampai yang orang tua.
Bagi para remaja pasti ada juga yang suka banget menonton film kartun apa lagi kalau film kartun ada actionnya, seperti : naruto dan avatar atau petualangan seperti : toy story dan dinosaurus. Tapi kebanyakan anak – anak jaman sekarang menonton film kartun ini adalah sebuah inspirasi buat mereka untuk berhayal apakah mungkin terjadi.
Tapi kebanyakan para remaja setelah menonton film kartun tersebut bisa memotivasi mereka untuk membuat film kartun yang baru atau membuat suatu gambar maupun lukisan untuk bisa mengembangkan kreatifitas mereka dalam seni lukis.
Ada juga para remaja yang memang betul mengerti tentang cara membuat film kartun dalam bentuk 3D film kartun yang sering di tonton mereka adalah sebuah imajinasi bagi mereka untuk membuat filam kartun yang baru, agar imajinasi yang ada di dalam pikiran mereka tertuangkan dalam membuat film kartun tersebut,
Jadi para sahabat remaja jangan berkata kalau film kartun adalah tontonan bagi anak – anak saja padahal film kartun tersebut bagus juga untuk para sahabat remaja tonton untuk mengembangkan daya imajinasi sahabat remaja yang telah berkurang. Maka film kartun tersebut bagus untuk semua umur tidak batasan untuk menonton film kartun tersebut.
Disini kta akan bahas tentang apa sih manfaat fil kartun bagi para sahabat remaja, jadi ada sebuah kata yang saya buat “jangan anggap semua film kartun itu hanya bisa diitontotn oleh anak – anak “. Itu pernayataan yang salah sebenarnya film kartun itu bisa ditonton semua umur mulai dari anak – anak sampai yang orang tua.Bagi para remaja pasti ada juga yang suka banget menonton film kartun apa lagi kalau film kartun ada actionnya, seperti : naruto dan avatar atau petualangan seperti : toy story dan dinosaurus. Tapi kebanyakan anak – anak jaman sekarang menonton film kartun ini adalah sebuah inspirasi buat mereka untuk berhayal apakah mungkin terjadi.Tapi kebanyakan para remaja setelah menonton film kartun tersebut bisa memotivasi mereka untuk membuat film kartun yang baru atau membuat suatu gambar maupun lukisan untuk bisa mengembangkan kreatifitas mereka dalam seni lukis.Ada juga para remaja yang memang betul mengerti tentang cara membuat film kartun dalam bentuk 3D film kartun yang sering di tonton mereka adalah sebuah imajinasi bagi mereka untuk membuat filam kartun yang baru, agar imajinasi yang ada di dalam pikiran mereka tertuangkan dalam membuat film kartun tersebut,Jadi para sahabat remaja jangan berkata kalau film kartun adalah tontonan bagi anak – anak saja padahal film kartun tersebut bagus juga untuk para sahabat remaja tonton untuk mengembangkan daya imajinasi sahabat remaja yang telah berkurang. Maka film kartun tersebut bagus untuk semua umur tidak batasan untuk menonton film kartun tersebut.
Memanfaatkan Ponsel Sebagai Media Pembelajaran
Kurang bijak kiranya jika sekolah mengambil jalan pintas membuat aturan melarang siswa membawa ponsel ke sekolah sementara sekolah senantiasa dituntut mengikuti laju perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Yang perlu sekolah lakukan berkenaan dengan trend ini adalah mengelola bagaimana memetik sisi positif dengan memberdayakan ponsel siswa sebagai media pendukung pembelajaran. Misalnya, sekolah mestinya memiliki website resmi (jika memungkinkan) atau setidaknya Blog yang dikelola dengan baik yang di dalamnya disediakan link ke situs-situs lain yang memuat informasi edukatif dan dapat diakses melalui ponsel siswa. Setiap guru di sekolah tersebut diminta berperan sebagai kontributor dengan menyusun resume bahan ajar yang akan dan atau telah dibahas di ruang kelas, syukur jika para guru tersebut mampu membuat bahan ajar dalam bentuk media interaktif untuk di upload dan dapat di-download oleh siswa. Selain guru, siswa juga diminta berkontribusi untuk memanfaatkan situs sekolah sebagai wahana untuk berkreasi (misal penulisan pantun/puisi, cerpen, resep makanan, dsb), mengungkapkan pendapat, atau sekedar mejeng dengan menampilkan foto-foto terbaik mereka.
Mengantisipasi penyalahgunaan ponsel pelajar di sekolah tentu sekolah harus secara periodik melakukan pembinaan dan pemantauan(dapat dilakukan melalui rasia). Jika ditemukan penyimpangan dari penggunaan ponsel tersebut, siswa bersangkutan dapat diberi sanksi sesuai kadar penyimpangannya. Jika kadar penyimpangannya parah (misal berbau kriminal atau porno vulgar) dapat diberi sanksi dikeluarkan dari sekolah.
Kurang bijak kiranya jika sekolah mengambil jalan pintas membuat aturan melarang siswa membawa ponsel ke sekolah sementara sekolah senantiasa dituntut mengikuti laju perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Yang perlu sekolah lakukan berkenaan dengan trend ini adalah mengelola bagaimana memetik sisi positif dengan memberdayakan ponsel siswa sebagai media pendukung pembelajaran. Misalnya, sekolah mestinya memiliki website resmi (jika memungkinkan) atau setidaknya Blog yang dikelola dengan baik yang di dalamnya disediakan link ke situs-situs lain yang memuat informasi edukatif dan dapat diakses melalui ponsel siswa. Setiap guru di sekolah tersebut diminta berperan sebagai kontributor dengan menyusun resume bahan ajar yang akan dan atau telah dibahas di ruang kelas, syukur jika para guru tersebut mampu membuat bahan ajar dalam bentuk media interaktif untuk di upload dan dapat di-download oleh siswa. Selain guru, siswa juga diminta berkontribusi untuk memanfaatkan situs sekolah sebagai wahana untuk berkreasi (misal penulisan pantun/puisi, cerpen, resep makanan, dsb), mengungkapkan pendapat, atau sekedar mejeng dengan menampilkan foto-foto terbaik mereka.
Mengantisipasi penyalahgunaan ponsel pelajar di sekolah tentu sekolah harus secara periodik melakukan pembinaan dan pemantauan(dapat dilakukan melalui rasia). Jika ditemukan penyimpangan dari penggunaan ponsel tersebut, siswa bersangkutan dapat diberi sanksi sesuai kadar penyimpangannya. Jika kadar penyimpangannya parah (misal berbau kriminal atau porno vulgar) dapat diberi sanksi dikeluarkan dari sekolah.
Secara umum, gaya belajar dapat dikelompokkan berdasarkan kemudahan
dalam menyerap informasi (perceptual modality), cara memproses informasi
(information processing), dan karakteristik dasar kepribadian
(personality pattern). Pengelompokan berdasarkan perceptual modality
didasarkan pada reaksi individu terhadap lingkungan fisik dan cara
individu menyerap data secara lebih efisien. Pengelompokan berdasarkan
information processing didasarkan pada cara individu merasa, memikirkan,
memecahkan masalah, dan mengingat informasi. Sedangkan pengelompokan
berdasarkan personality pattern didasarkan pada perhatian, emosi, dan
nilai-nilai yang dimiliki oleh individu.
DePorter dan Hernacki (1999) mengemukakan tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality). Ketiga gaya belajar tersebut adalah gaya belajar visual (belajar dengan cara melihat), auditorial (belajar dengan cara mendengar), dan kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh).
Setiap individu menggunakan semua indera dalam menyerap informasi. Tetapi, secara umum, individu mempunyai kecenderungan lebih kuat pada salah satu gaya belajar. Sebagian individu mudah menangkap informasi dalam bentuk visual, sebagian yang lain menyukai informasi bentuk verbal dan sebagian yang lain lebih nyaman dengan cara aktif dan interaktif.
Individu yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual lebih senang melihat apa yang sedang dipelajari. Gambar/visualisasi akan membantu mereka yang memiliki gaya belajar visual untuk lebih memahami ide atau informasi daripada apabila ide atau informasi tersebut disajikan dalam bentuk penjelasan. Apabila seseorang menjelaskan sesuatu kepada orang yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual, mereka akan menciptakan gambaran mental tentang apa yang dijelaskan oleh orang tersebut.
Sementara itu, individu yang cenderung memiliki gaya belajar auditorial kemungkinan akan belajar lebih baik dengan mendengarkan. Mereka menikmati saat-saat mendengarkan apa yang disampaikan orang lain.
Individu yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik akan belajar lebih baik apabila terlibat secara fisik dalam kegiatan langsung. Mereka akan belajar sangat baik apabila mereka dilibatkan secara fisik dalam pembelajaran. Mereka akan berhasil dalam belajar apabila mereka mendapat kesempatan untuk memanipulasi media untuk mempelajari informasi baru.
Untuk membantu mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual, bahan ajar yang digunakan hendaknya (a) menggunakan grafik, film, slide, dan ilustrasi untuk memperkuat proses belajar; (b) memanfaatkan warna dalam menunjukkan pokok-pokok materi yang penting; (c) memberikan petunjuk secara tertulis; (d) menyediakan bahan belajar berupa program video dan televisi; serta (e) memvisualkan kata atau fakta yang harus diingat .
Bahan ajar yang cocok untuk mahasiswa yang cenderung memiliki gaya belajar auditorial adalah yang dilengkapi dengan bahan terekam atau program siaran . Mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar auditorial hendaknya diberi kesempatan untuk aktif dalam kegiatan kelompok. Melalui kegiatan kelompok, mahasiswa dapat mendiskusikan materi yang disajikan dalam bahan ajar atau menjadi tutor sebaya satu sama lain. Di samping itu, mahasiswa dapat merekam ringkasan materi pelajaran yang telah dibuatnya setelah mempelajari bahan ajar.
Bagi mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik, bahan ajar yang digunakan hendaknya memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan belajar melalui pengalaman, seperti membuat model, melakukan praktek atau praktikum, bermain peran, dan sebagainya . Selain itu, ada baiknya apabila bahan ajar dilengkapi dengan program komputer untuk memperkuat belajar melalui sentuhan. Di samping itu, mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik dianjurkan untuk melakukan, misalnya, menulis fakta yang harus dikuasai berulang kali, mengingat fakta sambil bekerja atau berolahraga, atau menerapkan semboyan bahwa belajar selama 4 x 10 menit lebih baik daripada selama 1 x 40 menit.
Dalam sistem belajar mandiri, bahwa strategi belajar merupakan salah satu teknik yang harus dimiliki oleh individu agar berhasil dalam belajarnya. strategi belajar adalah teknik atau keterampilan yang dipilih individu untuk menguasai materi yang dipelajari. Sementara itu, strategi belajar sebagai pendekatan kognitif yang digunakan individu dalam mempelajari pengetahuan baru.
Ada dua kategori strategi belajar yaitu strategi belajar holistik dan atomistik. Individu yang menerapkan strategi belajar holistik menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Di samping itu, mereka juga menekankan pada pentingnya pengenalan pengetahuan baru dalam kaitannya dengan struktur pengetahuan yang sudah ada. Sedangkan individu yang menerapkan strategi belajar atomistik menekankan pada pentingnya hafalan dan mengulang pelajaran untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian.
Sementara itu, Weinstein dan Mayer mengemukakan 8 kategori strategi belajar berdasarkan proses enkoding. Kedelapan strategi belajar tersebut adalah sebagai berikut
DePorter dan Hernacki (1999) mengemukakan tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality). Ketiga gaya belajar tersebut adalah gaya belajar visual (belajar dengan cara melihat), auditorial (belajar dengan cara mendengar), dan kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh).
Setiap individu menggunakan semua indera dalam menyerap informasi. Tetapi, secara umum, individu mempunyai kecenderungan lebih kuat pada salah satu gaya belajar. Sebagian individu mudah menangkap informasi dalam bentuk visual, sebagian yang lain menyukai informasi bentuk verbal dan sebagian yang lain lebih nyaman dengan cara aktif dan interaktif.
Individu yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual lebih senang melihat apa yang sedang dipelajari. Gambar/visualisasi akan membantu mereka yang memiliki gaya belajar visual untuk lebih memahami ide atau informasi daripada apabila ide atau informasi tersebut disajikan dalam bentuk penjelasan. Apabila seseorang menjelaskan sesuatu kepada orang yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual, mereka akan menciptakan gambaran mental tentang apa yang dijelaskan oleh orang tersebut.
Sementara itu, individu yang cenderung memiliki gaya belajar auditorial kemungkinan akan belajar lebih baik dengan mendengarkan. Mereka menikmati saat-saat mendengarkan apa yang disampaikan orang lain.
Individu yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik akan belajar lebih baik apabila terlibat secara fisik dalam kegiatan langsung. Mereka akan belajar sangat baik apabila mereka dilibatkan secara fisik dalam pembelajaran. Mereka akan berhasil dalam belajar apabila mereka mendapat kesempatan untuk memanipulasi media untuk mempelajari informasi baru.
Untuk membantu mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual, bahan ajar yang digunakan hendaknya (a) menggunakan grafik, film, slide, dan ilustrasi untuk memperkuat proses belajar; (b) memanfaatkan warna dalam menunjukkan pokok-pokok materi yang penting; (c) memberikan petunjuk secara tertulis; (d) menyediakan bahan belajar berupa program video dan televisi; serta (e) memvisualkan kata atau fakta yang harus diingat .
Bahan ajar yang cocok untuk mahasiswa yang cenderung memiliki gaya belajar auditorial adalah yang dilengkapi dengan bahan terekam atau program siaran . Mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar auditorial hendaknya diberi kesempatan untuk aktif dalam kegiatan kelompok. Melalui kegiatan kelompok, mahasiswa dapat mendiskusikan materi yang disajikan dalam bahan ajar atau menjadi tutor sebaya satu sama lain. Di samping itu, mahasiswa dapat merekam ringkasan materi pelajaran yang telah dibuatnya setelah mempelajari bahan ajar.
Bagi mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik, bahan ajar yang digunakan hendaknya memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan belajar melalui pengalaman, seperti membuat model, melakukan praktek atau praktikum, bermain peran, dan sebagainya . Selain itu, ada baiknya apabila bahan ajar dilengkapi dengan program komputer untuk memperkuat belajar melalui sentuhan. Di samping itu, mahasiswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik dianjurkan untuk melakukan, misalnya, menulis fakta yang harus dikuasai berulang kali, mengingat fakta sambil bekerja atau berolahraga, atau menerapkan semboyan bahwa belajar selama 4 x 10 menit lebih baik daripada selama 1 x 40 menit.
Dalam sistem belajar mandiri, bahwa strategi belajar merupakan salah satu teknik yang harus dimiliki oleh individu agar berhasil dalam belajarnya. strategi belajar adalah teknik atau keterampilan yang dipilih individu untuk menguasai materi yang dipelajari. Sementara itu, strategi belajar sebagai pendekatan kognitif yang digunakan individu dalam mempelajari pengetahuan baru.
Ada dua kategori strategi belajar yaitu strategi belajar holistik dan atomistik. Individu yang menerapkan strategi belajar holistik menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Di samping itu, mereka juga menekankan pada pentingnya pengenalan pengetahuan baru dalam kaitannya dengan struktur pengetahuan yang sudah ada. Sedangkan individu yang menerapkan strategi belajar atomistik menekankan pada pentingnya hafalan dan mengulang pelajaran untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian.
Sementara itu, Weinstein dan Mayer mengemukakan 8 kategori strategi belajar berdasarkan proses enkoding. Kedelapan strategi belajar tersebut adalah sebagai berikut
- Basic Rehearsal Strategies, misalnya mengingat nama atau fakta secara berurutan.
- Complex Rehearsal Strategies, misalnya mencatat atau menggarisbawahi materi yang dibahas.
- Basic Elaboration Strategies, misalnya membentuk gambaran mental atau kalimat yang menunjukkan hubungan.
- Complex Elaboration Strategies, misalnya memparafrase, merangkai, atau menjelaskan hubungan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
- Basic Organizational Strategies, misalnya mengelompokkan atau mengurutkan hal-halyang harus dipelajari.
- Complex Organizational Strategies, misalnya membuat out line atau mengembangkan diagram atau tabel yang menunjukkan hubungan.
- Comprehension Monitoring Strategies, misalnya membuat self- questioning untuk mengecek pemahaman materi yang dipelajari.
- Affective Strategies, misalnya belajar di tempat yang sepi untuk menghindari gangguan,atau bersikap santai untuk mengatasi kecemasan mengikuti ujian.
Seperti yang dapat kita ketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen :
1. Siswa
Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpanan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Guru
Seorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3. Tujuan
Pernyataan tentang perubahan perilaku, (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4. Isi Pelajaran
Segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5. Metode
Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibuthkan kepada mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
7. Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.
1. Siswa
Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpanan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Guru
Seorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3. Tujuan
Pernyataan tentang perubahan perilaku, (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4. Isi Pelajaran
Segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5. Metode
Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibuthkan kepada mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
7. Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.